Semua
orang menyukai sepakbola. Baik yang bisa bermain ataupun hanya sekedar penikmat
seperti saya-yang berlari setengah lapangan bola sudah ngos-ngosan. Berbagai
aksi fanatisme dilakukan dari menonton setiap pertandingan, hingga rela
kehilangan beratus ribu bahkan berjuta-uang untuk mendapatkan pernak pernik
klub/tim kesayangan.
Saya
termasuk satu dari berjuta orang yang menggemari sepak bola. Saya menyukai satu
atau beberapa klub/tim tertentu. Bukan klub dari liga domestik. Tapi, saya
pendukung setia timnas negeri ini.
Baru
saja berakhir pertandingan pra piala Asia antara kesebelasan kita melawan
timnas KSA yang berakhir 1-2 untuk kemenangan timnas KSA. Pahit memang melihat
buruknya permainan lawan, bahkan kita sempat unggul di menit awal, tapi pada
akhirnya harus menelan kekalahan. Akan tetapi saya lebih suka mengambil segala
sesuatu yang positif dalam hal ini. Tercatat ada dua hal utama yang menurut
saya patut diapresiasi:
- Setelah bersatunya dualisme pucuk kepemimpinan badan tertinggi sepak bola negeri ini, semua pemain terbaik memiliki kesempatan yang sama berebut tempat utama di timnas secara fair. Tidak terbatas legalitas liga yang diikuti klub yang dibelanya. Sebuah kesatuan.
- Merah. Hanya sebuah warna, tetapi mampu membuat bulu kuduk merinding saat kerumunan merah itu menggemakan puja puji untuk timnas kita. Tremble.
Kedua
hal di atas tidak lepas dari besarnya rasa cinta tanah air kita terhadap negeri
ini. Berbondong-bondong pemain melakukan naturalisasi. Betapa mereka bersusah
payah bersaing bermain paling baik padahal belum jaminan masuk skuat inti
timnas. Sebuah perjuangan yang tentunya tidak mudah.
Saya
bukan termasuk yang jauh-jauh datang ke GBK untuk menyaksikan secara live di
stadion. Namun ada satu, atau sepuluh, atau seratus bahkan seribu orang di
dalam stadion tadi, meluangkan waktu, melupakan lelah dan tidak memperdulikan
akan tinggal dimana mereka semalaman nanti. Mereka datang tidak hanya dari ibu
kota, bisa dari Bandung, Lampung, Medan, Maluku, bahkan Papua. Kenapa mereka
mau melakukan itu? Mereka tidak digaji lho, mas bro. Mereka tidak disuruh
siapapun melainkan kata hati mereka. How gaul it is! *oh please kata-katanya*
Miris
rasanya masih banyak yang tidak mendukung teman-teman kita di lapangan. Bahkan ada
yang merendahkan, menghina, dan balik mendukung lawan. Oh please...jangan beri
kami pilihan tanah air atau tanah suci. Sebuah pertanyaan tidak cerdas meskipun
pemilihan kata yang cerdas.
Kita
caci maki klub/tim lain saat klub/tim kesayangan dihujat. Begitu mudah kita
tersinggung, tapi saat timnas main jelek, kita malah menghina habis-habisan
timnas kita.
Pernah
terpikirkah, berapa banyak keringat dan luka yang mereka berikan untuk
mengharumkan nama bangsa ini? Lalu kita sudah berbuat lebih baikkah dari
mereka? Astaghfirullah al adziim. Benci saja yang busuk, jangan benci mereka
yang hanya tahu ‘berjuang membela tanah air’! anda-anda yang terhormat yang
tidak mendukung timnas, dimanakah anda tinggal? Apa kop kartu tanda penduduk
anda? J
Over
all. Masih lebih banyak rasa cinta daripada benci pada negeri ini. Mereka masih
setia menggemakan lagu penyemangat meskipun pertandingan jelas, kita kalah.
Kita masih nol point. Pun dengan hati saya yang selalu berteriak “We love you
indonesia! We do! We love you Indonesia! We do!” J
by : Nungki Viandaru